BEIRUT – Selama awal Ramadan, warga Lebanon dan pengungsi Suriah berbondong-bondong ke pasar Souk al-Marj di Bekaa timur untuk berbelanja, sebuah tradisi yang dilestarikan oleh kaum Muslim setempat untuk merayakan bulan suci itu.
Puluhan stan yang tersebar di kedua sisi dipenuhi barang dan bahan makanan yang sebagian besar didatangkan dari Suriah dengan harga terjangkau di tengah krisis ekonomi saat ini.
Seorang warga bernama Sherif Jaber (46), ayah dari delapan anak, mengatakan kepada Xinhua bahwa dia senang melihat pasar populer kembali dibuka setelah karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan oleh otoritas lokal untuk mengendalikan penyebaran COVID-19.
“Saya senang pasar-pasar ini kembali dibuka karena membantu kami mengamankan kebutuhan pokok dengan harga yang lebih murah selama krisis saat ini,” kata Jaber.
Sementara itu, Salem Ghandour, seorang pekerja di bengkel perbaikan mobil, mengatakan saat keuangannya menipis karena tokonya tutup selama lockdown, Souk al-Marj membuatnya dapat berhemat 20 persen kala berbelanja.
“Saya berharap pemerintah bekerja secara serius dalam menekan harga karena orang tidak dapat lagi menanggung beban harga yang berat ini,” kata Ghandour kepada Xinhua.
Sebelum Ramadan, sebuah pertemuan diadakan di Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Lebanon pada awal bulan ini untuk membahas langkah-langkah pencegahan kenaikan harga yang tidak dapat ditoleransi pada barang-barang paling banyak dikonsumsi.
Namun, karena Lebanon mengimpor sebagian besar barang konsumsi lokalnya sementara mata uang lokal terus terdepresiasi, harga terus naik.
Kenaikan harga di supermarket telah menguntungkan pedagang di pasar populer yang membeli produk dari negara tetangga dengan harga lebih murah, memungkinkan mereka menyedot lebih banyak pelanggan.
Sambil menata barang-barangnya pada kawat besi untuk dipajang, pedagang bernama Jamal Abu Aram (60) mengatakan kepada Xinhua bahwa orang-orang tetap berbelanja di pasar itu meskipun daya beli mereka menurun setelah jatuhnya mata uang lokal.
“Harga di sini tetap terjangkau,” katanya.
Hassan Mhanna, pedagang lainnya, memajang berbagai macam kurma, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering dengan label kecil yang menunjukkan potongan harga selama Ramadan, dengan harapan bisa menarik lebih banyak pelanggan.
“Kami tidak menyangka responsnya seperti itu. Aktivitas jual beli dapat berjalan meskipun pendapatan tiap keluarga turun setelah jatuhnya mata uang lokal,” kata Mhanna.
Sementara itu, Wajdi Abou Qanso (42), penjual sepatu dari Kota Rashaya di Lembah Bekaa, berharap aktivitas pasar akan terus membaik sepanjang Ramadan, untuk mengimbangi kerugian akibat lockdown.
Lebanon telah mengalami krisis ekonomi dan keuangan terburuk, yang mengakibatkan lonjakan kemiskinan dan tingkat pengangguran di tengah kelangkaan dolar AS, jatuhnya mata uang lokal, dan penurunan daya beli masyarakat Lebanon. [Xinhua]