LONDON – Sebuah program penelitian yang menyelidiki dosis alternatif dari vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca dan Pfizer akan diperpanjang untuk memasukkan vaksin yang diproduksi oleh Moderna dan Novavax dalam sebuah studi baru, seperti diumumkan Universitas Oxford pada Rabu (14/4).
Dipimpin oleh Universitas Oxford, program yang dinamai COM-COV tersebut meneliti apakah beberapa vaksin COVID-19 yang tersedia dapat digunakan secara lebih fleksibel, dengan vaksin berbeda yang digunakan untuk dosis pertama dan kedua.
Pada Februari lalu, studi pertama program itu merekrut 830 partisipan di delapan lokasi selama periode dua pekan.
Dalam studi yang disebut COM-COV2 itu, para peneliti akan menambahkan 1.050 orang ke dalam program tersebut, yang merupakan orang dewasa berusia di atas 50 tahun dan telah menerima vaksinasi pertama atau “utama” mereka dalam delapan hingga 12 pekan terakhir.
Para sukarelawan ini, yang telah menerima vaksin Oxford-AstraZeneca atau Pfizer, akan dipilih secara acak untuk menerima vaksin yang sama pada dosis kedua mereka, atau satu dosis vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Moderna atau Novavax.
“Jika kami dapat menunjukkan bahwa jadwal campuran ini menghasilkan respons kekebalan yang sama baiknya seperti jadwal standar, serta tanpa peningkatan reaksi vaksin yang signifikan, hal ini akan berpotensi memungkinkan lebih banyak warga menuntaskan proses imunisasi COVID-19 mereka lebih cepat,” ujar Matthew Snape, lektor kepala di bidang pediatri dan vaksinologi di Universitas Oxford, sekaligus kepala peneliti dalam uji coba tersebut.
Lebih dari 32,2 juta orang telah diberikan suntikan pertama vaksin virus corona, menurut data resmi terbaru.
Guna mengembalikan kehidupan normal, sejumlah negara termasuk Inggris, China, Rusia, Amerika Serikat, serta Uni Eropa berpacu dengan waktu untuk meluncurkan vaksin virus corona. [Xinhua]