[wonderplugin_video iframe=”https://www.youtube.com/watch?v=FgdZBtg9JTY” lightbox=0 lightboxsize=1 lightboxwidth=960 lightboxheight=540 autoopen=0 autoopendelay=0 autoclose=0 lightboxtitle=”” lightboxgroup=”” lightboxshownavigation=0 showimage=”” lightboxoptions=”” videowidth=600 videoheight=400 keepaspectratio=1 autoplay=0 loop=0 videocss=”position:relative;display:block;background-color:#000;overflow:hidden;max-width:100%;margin:0 auto;” playbutton=”https://www.wartabuana.com/wp-content/plugins/wonderplugin-video-embed/engine/playvideo-64-64-0.png”]
WELLINGTON – Upaya pemulihan selama lebih dari dua dekade telah menyelamatkan burung kokako Pulau Utara, salah satu burung paling ikonik di Selandia Baru, dari jurang kepunahan, demikian disampaikan Menteri Konservasi Selandia Baru Kiri Allan pada Jumat (26/3).
Kokako mewakili dua spesies burung hutan terancam punah yang merupakan satwa endemik Selandia Baru, yakni kokako Pulau Utara dan kokako Pulau Selatan yang diduga telah punah. Kokako memegang peran penting dalam mitologi Maori. Status ikoniknya juga berasal dari nyanyiannya yang sangat merdu, “rangkaian nada yang kaya dan terdengar seperti alunan musik organ dengan tempo lambat, panjang, dan nyaring,” dan sering digunakan oleh para pembuat film untuk menggambarkan suasana hutan khas Selandia Baru. Burung ini juga dapat dilihat pada uang kertas pecahan 50 dolar Selandia Baru.
Upaya perlindungan terhadap spesies ini dimulai pada akhir tahun 1990-an setelah populasi kokako Pulau Utara menyusut menjadi hanya 330 pasangan pembiakan, atau sekitar 1.000 ekor burung, yang tersebar di seluruh Pulau Utara.
“Translokasi dan kontrol predator intensif yang dilakukan oleh Departemen Konservasi (Department of Conservation/DOC) selama bertahun-tahun di habitat kokako yang diketahui berperan besar dalam upaya pelestarian kembali spesies tersebut. Pekerjaan pengendalian predator mencakup kontrol darat dan penggunaan pestisida 1080 yang dapat terurai (biodegradable) dalam operasi udara, yang merupakan alat paling efektif untuk membasmi hama seperti posum, tikus, dan cerpelai ekor pendek di daerah terjal yang luas.
“Di lokasi yang saat ini menerapkan pengendalian predator secara efektif, populasi kokako telah meningkat hingga 50 persen setiap tahun. Upaya pengendalian predator oleh DOC di empat lokasi Pulau Utara menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam populasi burung tersebut di kawasan itu, yang membuktikan pentingnya pekerjaan hama terfokus ini.”
“Dalam beberapa bulan terakhir, DOC sukses menyelesaikan beberapa operasi pengendalian hama di habitat kokako yang diketahui sebagai bagian dari program Tiakina Nga Manu yang sedang berlangsung guna melindungi habitat kokako serta spesies asli lainnya. Program Tiakina Nga Manu adalah bagian penting dari pekerjaan tersebut. Program Tiakina Nga Manu adalah bagian penting dari pekerjaan DOC dalam upayanya untuk memulihkan populasi dari spesies asli kami yang berharga.”
“Selain itu, Kelompok Pemulihan Kokako dari departemen tersebut mengawasi upaya untuk melindungi spesies ini. Lima staf pakar ekologi, yang bekerja dengan sejumlah pakar eksternal, memberikan anjuran tentang metode perlindungan, translokasi, dan penelitian terhadap burung kokako, sekali lagi berkontribusi besar pada upaya pemulihan populasi,” kata sang menteri.
Acara khusus digelar di Hutan Pureora untuk merayakan pencapaian itu, dengan kegiatan jalan pagi di tengah hutan sebagai salah satunya. Pada kesempatan tersebut, para peserta dapat mendengar kicauan magis dari burung-burung hutan, termasuk burung kokako, di kala fajar.
Selandia Baru diyakini telah kehilangan lebih dari 50 spesies burung sejak kedatangan suku Maori pada abad ke-14 yang disusul kedatangan orang Eropa.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Wellington. (XHTV)