WARTABUANA – Rusia sedang berupaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan memperkuat mata uang rubel Rusia, demikian disampaikan Ketua Dewan Federasi Rusia Valentina Matviyenko pada Selasa (2/3).
“Baik pihak bank sentral maupun pemerintah Rusia terus mengupayakan kebijakan dedolarisasi seperti yang diinstruksikan oleh presiden dalam beberapa tahun terakhir,” kata Matviyenko kepada kantor berita RIA Novosti dalam sesi wawancara.
Porsi greenback atau uang kertas dolar AS dalam cadangan devisa Rusia berkurang dan investasi negara itu dalam bentuk obligasi pemerintah AS turun menjadi 1/30 dari level 10 tahun lalu, kata pemimpin majelis tinggi parlemen Rusia itu.
Matviyenko mengklarifikasi bahwa proses ini berkembang dengan stabil dan tidak seharusnya dilakukan dengan terburu-buru, seraya menambahkan bahwa kebijakan yang sangat didukung oleh parlemen Rusia itu akan memperkuat kedaulatan negara.
“Belakangan ini kami melakukan banyak hal untuk menyokong rubel, meningkatkan daya tariknya baik bagi bisnis maupun individu. Ini membuahkan hasil dengan semakin banyak deposit dan pinjaman dalam mata uang rubel. Warga percaya pada mata uang ini,” katanya.
Terlepas dari berbagai upaya semacam itu, dolar AS akan tetap beredar karena masih memiliki daya tarik, ujar Matviyenko.
Dalam langkah terbaru untuk mendiversifikasi investasinya, Kementerian Keuangan Rusia pekan lalu mengumumkan bahwa mata uang yuan China dan yen Jepang telah dimasukkan ke dalam struktur mata uang regulator Dana Kekayaan Nasional Rusia.
Yuan China dan yen Jepang masing-masing mewakili 15 persen dan 5 persen dari portofolio mata uang asing dalam dana tersebut, sementara porsi dolar AS dan euro masing-masing diturunkan dari 45 persen menjadi 35 persen. [Xinhua]