WARTABUANA – Belakangan ini muncul polemik terkait program Sertifikat Elektronik berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik 12 Januari 2021. Penarikan sertifikat itu tertera pada Pasal 16.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang, Dwi Purnama menjelaskan regulasi tersebut pada dasarnya diperuntukan untuk penerbitan sertifikat elektronik yang akan menggantikan sertifikat cetak atau asli.
Sertifikat elektronik, kata dia, dapat dilaksanakan melalui pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar dan penggantian sertifikat menjadi elektronik untuk tanah yang sudah terdaftar.
Namun demikian, dia menekankan, untuk penggantian dari sertifikat analog ke sertifikat elektronik dilakukan secara sukarela oleh pemilik dengan datang ke kantor pertanahan atau jual beli dan sebagainya.
“Perlu dijelaskan juga sesuai dengan pasal 16 peraturan tersebut bahwa tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor,” tegas dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 Februari 2021.
Dengan demikian, saat masyarakat ingin mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data maka sertipikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik.
Adapun yang melatarbelakangi diluncurkannya sertifikat elektronik, Dwi menuturkan di antaranya untuk efisiensi pendaftaran tanah, kepastian dan perlindungan hukum maupun mengurangi jumlah sengketa.
Selain itu, juga ditujukan untuk menekan jumlah konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan serta menaikan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat Ease of Doing Business (EoDB).
“Pendaftaran tanah secara elektronik akan meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output, sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna layanan dan penyedia layanan,” ungkapnya.
Dwi juga menyatakan, nantinya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 ini dan PMNA No 3 Tahun 1997 akan berlaku secara berdampingan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Implementasi itu disebutkannya karena pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia belum seluruhnya terdaftar sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia.
Pemberlakuannya juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia dan sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk.
“Ini adalah cara kita meningkatkan kemananan, karena dengan elektronik, kita lebih bisa menghindari pemalsuan, serta tidak dapat disangkal dan dipalsukan,” ungkapnya.[]