WARTABUANA – Penjualan pohon Natal naik 29 persen sepanjang tahun ini, menurut survei terbaru terhadap para peretail yang dilakukan oleh Evercore ISI, perusahaan independen peringkat atas dalam penelitian ekuitas Amerika Serikat (AS). Selain itu, terdapat bukti bahwa masyarakat membeli pohon yang lebih besar dan dekorasi rumah yang lebih banyak.
“Para peretail pohon (Natal) mengalami musim yang penuh semangat tahun ini karena warga Amerika, yang lebih banyak tinggal di rumah akibat pandemi coronavirus, berupaya meningkatkan semangat liburan mereka,” demikian dilaporkan jaringan televisi nasional AS, CNBC.
Para pedagang melaporkan musim besar yang dimulai lebih awal dan terus meningkat hingga awal Desember, papar laporan tersebut. Tren ini tetap terjadi meski di tengah meningkatnya pesimisme tentang gambaran ekonomi AS selama tiga hingga enam bulan ke depan.
“Lembaga prediksi Wall Street memperkirakan sedikit atau bahkan tidak ada pertumbuhan hingga vaksin COVID-19 tersedia secara daring dan warga Amerika dapat kembali ke kehidupan normal mereka,” sebut jaringan televisi itu.
Pohon Natal membantu menggambarkan narasi yang sedikit lebih optimistis. “Orang-orang tinggal di rumah dan membeli pohon yang sangat besar,” ujar analis Evercore Ed Hyman dalam sebuah catatan. “Teorinya adalah bahwa masyarakat akan membeli hiasan tambahan, karangan bunga, dan pohon yang lebih besar pada masa-masa baik, dan menghindari pembelian ekstra pada masa-masa sulit.”
Setiap tahun, warga Amerika akan membeli antara 25-30 juta pohon Natal asli bersama dengan 10-20 juta pohon Natal buatan. Industri senilai 2 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.135) itu dapat menceritakan kisah ekonomi tentang seberapa konsumtif masyarakat AS. [xinhua]