WARTABUANA – Direktur Eksekutif Kantor PBB urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menegaskan, Pandemi COVID-19 memperparah bahaya kekerasan berbasis gender dan perdagangan manusia terhadap wanita dan anak-anak perempuan.
“Di setiap belahan dunia, kami melihat bahwa COVID telah memperburuk keadaan wanita dan anak-anak perempuan yang rentan, sementara juga menghambat respons peradilan pidana dan mengurangi dukungan bagi para korban,” kata Ghada Waly, Direktur Eksekutif UNODC Kantor PBB, Senin (30/11/2020) dalam sebuah acara virtual tentang komitmen global untuk wanita dan anak-anak perempuan di tengah pandemi.
Wanita dan anak-anak perempuan sudah terpapar berbagai bentuk kekerasan sebelum pandemi, dan angkanya mencakup 60 persen lebih dari seluruh korban perdagangan manusia, menurut UNODC.
Meski demikian, karantina wilayah (lockdown) dan kebijakan lain yang diterapkan selama pandemi COVID-19 menyebabkan “pandemi bayangan” dari meningkatnya kekerasan berbasis gender, lanjut UNODC.
“Sebanyak 47 juta lebih wanita dan anak perempuan akan terperosok ke dalam kemiskinan ekstrem karena COVID-19, tetapi bisnis berkembang pesat bagi para pelaku perdagangan manusia”
Ketidaksetaraan ekonomi perempuan juga meningkatkan kerentanan mereka terhadap perdagangan dan kekerasan seksual, menurut Lembaga Urusan Perempuan PBB (UN Women), yang mempromosikan kesetaraan gender.
Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan bahwa sebagian besar perempuan yang selamat, atau hampir 80 persen, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. “Ada konsekuensi sosial ekonomi ketika kejahatan ini terjadi, tetapi di saat pandemi, dampak sosial ekonominya bahkan lebih dalam,” katanya.
“Sebanyak 47 juta lebih wanita dan anak perempuan akan terperosok ke dalam kemiskinan ekstrem karena COVID-19, tetapi bisnis berkembang pesat bagi para pelaku perdagangan manusia,” imbuhnya.
April lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau “gencatan senjata” untuk kekerasan dalam rumah tangga di seluruh dunia, mendesak pemerintah mengutamakan keselamatan perempuan saat mereka menanggapi krisis.
Sejauh ini, hampir 150 negara telah menjawab imbauan itu, berjanji menjadikan pencegahan dan pemulihan kekerasan berbasis gender sebagai bagian penting dari respons pandemi mereka. UNODC, UN Women, dan mitra lainnya juga mendukung seruan tersebut. [Xinhua]