WARTABUANA – Saat gelar rapat membahas percepatan penanganan Covid-19 menggunakan telekonferensi video antara Kemenkes bersama Komisi IX DPR pada Kamis (2/4/2020) terungkap, jumlah rumah sakit rujukan pasien Covid-19 masih kurang karena tak mampu lagi menampung pasien corona. Hal itu disampaikan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo.
“Dengan melihat eskalasi kasus yang pasien yang perlu perawatan, maka ini juga tidak cukup (RS rujukan). Kami minta kepada daerah melalui dinkes untuk menetapkan jejaring COVID-19 di luar SK Menkes,” kata Bambang, Kamis (4/2/2020).
Bambang menjelaskan, sejak awal virus corona diumumkan masuk di Indonesia pada 2 Maret lalu, Kemenkes sudah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan yang kemudian bertambah menjadi 132.
“Pada prinsipnya memang Kemenkes sudah tetapkan awalnya 100 rumah sakit untuk layanan COVID-19, karena kebutuhan jadi berubah menjadi 132 rumah sakit. Kalau melihat kapasitas kami sudah minta seluruh RS rujukan untuk tingkatkan layanan COVID-19, baik isolasi atau ventilator,” jelas Bambang.
Menurut Bambang, 132 rumah sakit pada awal itu ruang isolasi hanya 950-an. Tapi sekarang sudah 1.925 ruangan jadi terjadi peningkatan lebih dari dua kali jumlah awal, untuk kebutuhan ventilator juga meningkat dari data awal yang ada.
Namun, karena jumlah pasien virus corona dalam setiap hari mengalami peningkatan, rumah sakit rujukan yang ada tidak mampu lagi menampung pasien corona. Hingga Kamis sore, tercatat 1.790 orang dinyatakan positif corona di Indonesia.
“Tapi ini juga tidak cukup, makanya semua rumah sakit harus bisa siapkan ini, ini untuk antisipasi karena kasus-kasus yang tadinya tidak diduga COVID-19, setelah dirawat beberapa hari disamping penyakit lain juga ada diagnosa COVID-19. padahal kalau mau dirujuk, rumah sakit rujukannya penuh,” tuturnya.
Sebagai contoh, Bambang mengatakan RSCM pada awalnya tidak disiapkan untuk menjadi rumah sakit rujukan pasien corona. Mengingat keterbatasan sumber daya dan alat di sana.
“RSCM itu awalnya tidak jadi rujukan COVID-19 karena kapasitas dan kompetensi yang luas sehingga RSCM untuk layanan umum di luar COVID-19. Tapi ternyata yang masuk RSCM yang awalnya bukan COVID-19 ternyata ada COVID-19 dan tidak bisa dirujuk ke tempat lain, ada sekitar 70 yang dirawat di RSCM,” ujar Bambang.
Selain itu, kata Bambang, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita juga ditemukan adanya pasien virus corona. Jelas rumah sakit itu tidak bisa merawat pasien karena keterbatasan sumber daya dan alat.
“Juga RS Jantung Harapan Kita, ternyata seminggu lalu ada kasus COVID-19 yang harus dirawat yang awalnya masuk karena kelainan jantung. Setelah diagnosis, COVID-19, rumah sakit lain tidak bisa kelola sakit jantungnya. Jadi mau tidak mau RS Harapan Kita jadi harus bisa rawat COVID-19 dan jantung,” paparnya.
Untuk itu, Bambang meminta dukungan dari kepala daerah untuk ikut menyiapkan rumah sakit rujukan pasien corona. Ia mengatakan beberapa kepala daerah sudah menyatakan kesiapannya untuk menyiapkan rumah sakit rujukan pasien corona.
Dalam rapat itu juga terungkap, jika Kemenkes kekurangan dokter spesialis paru. “Untuk SDM ini jadi masalah karena jumlahnya tidak akan cukup jika hanya dengan (dokter) spesialis paru,” ujar Bambang.
Kondisi itu memaksa Kemenkes meminta beberapa RS agar meminta bantuan dokter lain untuk membantu. Sementara dokter spesialis paru menjadi supervisor. “Jadi kami sudah koordinasi dengan beberapa RS agar menggunakan SDMnya untuk layani COVID-19. Dan (dokter) spesialis paru jadi supervisinya,” kata Bambang.[]