WARTABUANA – Pemilu presiden 2019 sudah selesai. Putusan MK sudah final dan Penetapan KPU sudah menutup pintu gerbang. Namun dimata budayawan sekaligus analis politik, Denny JA, pertikaian politik akan terus berlanjut.
“Sahut- sahutan, saling kritik, saling menghujat, akan tetap mewarnai ruang publik kita hingga Pilpres 2024 nanti, ” kata DennyJA dalam sambutannya saat menerima The Legend Award Empat kali berturut-turut memenangkan pilpres.
Denny JA mengatakan, situasi perpecahan yang dialami kini tak akan mereda. Mengapa? Karena dibalik pertikaian kelompok politik itu, ada elemen pertikaian ideologis. Ada perbedaan soal mimpi Indonesia masa depan. Ada posisi yang berseberangan soal paham kenegaraan.
Ia mencatat, ada 4 kelompok ideologi yang ikut bertikai dalam pilpres 2019 ini. Seandainyapun terjadi koalisi antara Jokowi dan Prabowo, pertarungan 4 ideologi itu akan terus berjalan. Pertarungan ideologi hanya berhenti jika ideologi itu kehilangan pengikutnya dalam jumlah yang signifikan.
“Pertama, kita sebut saja ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa oleh Presiden Habibie ketika ia menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Gus Dur, Megawati, SBY dan sekarang Jokowi, ” ujarnya.
Yang Kedua, kata DennyJA adalah ideologi Islam Politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik. Bentuknya bisa macam- macam. Bisa Negara Islam. Bisa sistem khilafah. Bisa juga dengan nama NKRI bersyariah.
“Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu liberal. Terlalu memisahkan politik dari agama, ” ulasnya.
Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI. Kedua ormas ini berperan signifikan dalam pilpres 2019, dibelakang Prabowo.
Masih kata DennyJA, untuk Ketiga, ideologi “kembali ke UUD 45 Yang asli.” Paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang. Mereka menganggapnya, secara politik terlalu liberal. Secara ekonomi, terlalu memberikan ruang pada perusahaan asing.
Pelopor paham ini awalnya adalah Persatuan Purnawirawan Angkaran Darat. Di tahun 2009, tokohnya adalah letnan jendral suryadi. Mantan panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini.
Dan yang keempat, ideologi Hak Asasi Manusia. Paham ini juga banyak mengkritik pemerintahan Jokowi karena dianggap justru karena kurang liberal. Jika islam politik menganggap pemerintahan Jokowi terlalu liberal, pendukung hak asasi justru sebaliknya: kurang liberal.
“Jokowi dianggap kurang tuntas menyelesaikan isu HAM, mulai dari kasus gerakan 65 hingga pembunuhan Munir. Tokoh ideologi ini lebih banyak dari LSM, ” ujarnya.
Di tahun 2019, salah satu tokohnya memilih abstein. Harry Azhar sebagai misal, ia mengkritik keras Jokowi. Tapi ia juga tak mau membela Prabowo yang ia anggap punya catatan hitam hak asasi manusia.
“Pilpres 2024 akan semakin ramai karena dua hal. Pertama 4 ideologi itu kembali bertarung. Bisa jadi keempat- empatnya lebih kuat, lebih punya pengalaman. Kedua, yang bertarung nanti, semuanya adalah penantang. Tak ada incumbent. Jokowi tak bisa mencalonkan diri kembali,” ujarnya.
“Saya berterima kasih banyak kepada teman teman dari Leprid, atas anugrah pada saya The Legend Award, karena saya dan LSI Denny JA ikut 4 kali memenangkan presiden berturut-turut, ” tandas DennyJA.[]