WARTABUANA – Sidang kasus perdata gugatan perkara terhadap pelanggaran peraturan organisasi di kongres IPPAT ke-7 di Makassar, Sulawesi Selatan ditunda lantaran beberapa tergugat tidak hadir pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (24/10/2018). Majelis hakim memutuskan menggelar sidang kembali pada 28 November 2018 mendatang.
Ketidak hadiran para tergugat membuat kecewa para penggugat yang sejak pagi sudah tiba di pengadilan. “Kami para penggugat sangat menyayangkan ketidakhadiran ini, karena kita kan maunya permasalahan ini segera dilakukan penyelesaian hukumnya. Tetapi nyatanya mereka tidak hadir. Jadinya menunda penyelesaian perbaikan organisasi,” keluh Tagor Simanjuntak SH, salah satu penggugat asal Bantul, DI Yogyakarta.
Sementa itu, Alfon Kurnia Palma, selaku kuasa hukum para penggugat, menganggap ketidak hadiran itu merupakan hal yang wajar. “Pada prinsipnya adalah suatu hal yang wajar terjadinya penundaan. Dengan begitu, ada waktu buat kembali memanggil kehadiran para pihak tergugat,” ujarnya.
Masih menurut Alfon, hal ini juga bisa menimbulkan proses mediasi. Jadi ada celah untuk melakukan kesepakatan jalan damai, karena kalau mungkin ada permintaan mereka seperti itu akan sangat bagus sekali.

“Kita juga sangat terbuka untuk melakukan musyawarah mufakat agar tidak sampai menjadi kasus sidang perdata yang berjalan lama,” harap Alfon.
Di pihak lain, Hapendi Harahap SH MH sebagai salah satu tergugat mengaku hadir guna memberikan apresiasi kepada anggota-anggota IPPAT yang bersedia dan berani melakukan gugatan untuk memperbaiki citra organisasi.
“Hanya saja, saya juga menyesalkan mengapa kami yang seharusnya dan sudah berusaha untuk tidak berhenti menyelesaikan masalah ini malah juga dijadikan tergugat. Sehingga kami sebetulnya sangat kecewa pada para penggugat yang menempatkan kami sebagai tersangka,” ungkap Hapendi.
“Kami kalah dalam pemilihan ketua umum tetapi juga dijadikan tergugat, karena dianggap tidak melakukan upaya-upaya apapun dalam usaha menyelamatkan organisasi,” imbuhnya,
Selanjutnya, dikatakan Hapendi, bagi pihak kita yang terbaik adalah adanya usaha damai dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada ini.
“Sebaiknya, memang dilakukan perdamaian. Akan tetapi usaha damai juga tergantung pada pihak penggugat dan tergugat lainnya. Tapi kita akan mendukung sepanjang itu untuk kebaikan organisasi kami,” harap dia.
“Karena, kalaupun nanti ada kesepakatan mengadakan Kongres Luar Biasa, itu akan banyak memakan ongkos dan tenaga serta waktu yang harus dikeluarkan oleh kita semua. Sehingga, menurut saya, KLB itu bukan pilihan yang menjadi prioritas. Dalam hal ini, harus dicari upaya perdamaian terbaik,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, sejumlah besar anggota Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dari berbagai provinsi dan kota di Indonesia telah mengajukan pasal-pasal penggugatan hukum, terutama pada permasalahan tata cara pengambilan keputusan di pelaksanaan kongres tersebut yang dinilai menyalahi aturan AD/ART sebagai pedoman utama program kerja IPPAT.
Diyakini oleh mereka, hasil pelaksanaan kongres IPPAT ke-7 telah melanggar ketentuan dari Pasal 14 ayat (5) Anggaran Dasar (AD) Junto, beserta Pasal 17 ayat (16) Anggaran Rumah Tangga (ART).
Hasil penghitungan dan perolehan suara yang dimenangi Julius Purnawan, juga dinilai mencederai aturan main serta melanggar kuorum anggota peserta kongres.
Hal ini ikut menjadi pertimbangan untuk melakukan perlawanan hukum, karena dinilai memperkuat dugaan praktik kecurangan dalam kongres IPPAT 2018 yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif. []