JAKARTA, WB – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tahun 2019 adalah tahun politik yang menentukan bagi umat Islam Indonesia. Tahun depan, untuk pertama kalinya akan diadakan Pemilu serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD dan juga DPD.
“Karena itu umat Islam tidak bisa bersikap pasif, tetapi proaktif agar perjalanan bangsa dan negara lima tahun ke depan sejalan dengan aspirasi umat Islam Indonesia,” katanya dalam siaran pers kepada wartawan, Senin (26/3/2018).
Para pendiri bangsa, kata Yusril sepakat untuk berkompromi bahwa Indonesia merdeka tidak menjadi negara sekular yang memisahkan agama dan negara, dan tidak pula menjadikan Islam sebagai dasar dan falsafah negara.
Pancasila, menurut Yusril, sesuai dengan pernyataan Mohammad Natsir, yakni `kalimatin sawa`in bainana wa bainahum`, yang artinya, kalimat yang sama yang menjadi titik temu atau common platform bernegara yang disepakati oleh golongan Islam dan golongan kebangsaan.
Dalam negara Republik Indonesia, menurut Yusril, agama mendapatkan tempat yang sangat fundamental sebagai sumber inspirasi dan landasan spiritual dalam menyelenggarakan negara dan membangun bangsa. Namun, tidak seperti Malaysia yang menempatkan Islam sebagai agama resmi negara atau Filipina yang sekular dan memisahkan agama dan negara.
“Di negara kita, tidak ada jaminan atau keistimewaan apapun yang diberikan kepada Islam, meskipun Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas mutlak penduduk Indonesia,” ungkap Yusril.
Dia menjelaskan dalam kesepakatan para pendiri negara dalam menyusun draf UUD 45 mulanya memberikan jaminan itu, yakni jaminan konstitusional terhadap pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Jaminan lainnya, yakni presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam.
Namun semua kesepakatan dalam draf UUD 1945 itu dihapuskan ketika UUD 1945 disahkan sehari setelah proklamasi pada tanggal 18 Agustus 1945. Konsekuensi tidak adanya jaminan keistimewaan secara konstitusi, menurut Yusril, umat Islam wajib mampu untuk berkompetisi dan bersikap proaktif dalam politik.
“Jika umat Islam lengah maka kekuasaan politik akan direbut oleh kekuatan-kekuatan politik yang belum tentu bersikap empati kepada Islam dan umatnya,” terangnya.[]