JAKARTA, WB – Keputusan pemerintah sudah bulat untuk membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang berpotensi mengganggu eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung paham Khilafah Islamiyah salah satu dari ormas yang masuk bidikan pembubaran. Pemerintah sedang mengkaji lebih dalam terkait instrumen hukum yang akan digunakan, lewat pengadilan atau Perppu.
Rencana pembubaran HTI yang mendapat dukungan dari banyak lapisan masyarakat di banyak kota besar dan daerah itu mendapat perlawana sengit. HTI telah mempersiapkan sekitar 1.000 pengacara sebagai tim pembelanya.
HTI menunjuk pengacara Yusril Ihza Mahendra sebagai koordinator Tim Pembela HTI. Tim pembela tersebut dibentuk dalam menghadapi pemerintah dalam sidang gugatan pembubaran HTI di pengadilan.
“DPP HTI mengumumkan pembentukan Tim Pembela HTI di bawah koordinasi Prof Dr Yusril Ihza Mahendra dari kantor Ihza and Ihza Law Firm,” ujar Ismail saat memberikan keterangan pers di kantor hukum Yusril Ihza Mahendra, Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2017).
Ismail menjelaskan, tim kuasa hukum HTI akan bertugas untuk mencermati apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. HTI juga akan menyusun pendapat hukum dan pembelaan untuk mengagalkan tuntutan pemerintah di pengadilan.
“Tim pembela ini tugasnya adalah mencermati, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dan bila diperlukan kemudian mengambil mungkin mengeluarkan pendapat atau pembelaan hukum,” kata Ismail.
Selain memberikan pembelaan di pengadikan, Tim Pembela HTI juga akan melakukan advokasi kepada seluruh anggota HTI yang berada di daerah. “Kami menyebutnya 1000 Advokat Bela HTI. Koordinatornya Pak Yusril,” kata Ismail.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan mengambil langkah untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan HTI. Dalam keputusan tersebut, Menko Polhukam Wiranto memaparkan tiga alasan pemerintah ingin membubarkan HTI.
Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Bahkan di depan pemimpin media massa, Rabu pekan lalu, Presiden Joko Widodo memastikan pembubaran HTI telah lama dikaji. Tak hanya terhadap HTI, Jokowi menegaskan akan mengambil upaya hukum terhadap pihak-pihak yang berniat mengganti dasar negara. “Kalau melanggar undang-undang, akan saya gebuk,” katanya di Istana Negara.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pembubaran dapat dilakukan oleh pemerintah lewat permohonan Kejaksaan Agung kepada pengadilan.
Wiranto memastikan pemerintah akan membubarkan HTI lewat mekanisme hukum. “Tinggal ditunggu saja nanti proses hukumnya,” katanya.
Terkait rencana pemerintah itu, Kejaksaan Agung masih mengumpulkan pelanggaran HTI yang akan dijadikan bukti untuk menuntut pembubaran organisasi tersebut di pengadilan. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan keputusan presiden tentang rencana pembubaran HTI juga masih diproses.
Saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan opsi pembubaran lewat penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). “Jadi tunggu saja seperti apa keputusan pemerintah. Sekarang sedang dimatangkan,” kata Prasetyo.
Rencana pembubaran ormas yang nyata-nyata ingin mengubah ideologi negara dan berpotensi memecah belah bangsa ini mendapat dukungan banyak pihak. Di beberapa daerah kerap bermunculan aksi penolakan terhadap HTI dan meminta pemerintah segera membubarkannya.
Direktur Eksekutif Ma`arif Institute Abdullah Darraz berharap pemerintah tetap membubarkan HTI lewat mekanisme pengadilan agar tercipta kepastian hukum. “Mekanisme hukum lebih baik untuk memastikan pembubaran telah on the track,” katanya.
Begitu juga dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan yang setuju jika pemerintah mengkaji lebih lanjut kegiatan organisasi kemasyarakatan (ormas) selain Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang dianggap anti-Pancasila. “Ormas apa saja, kalau dinilai melanggar Pancasila silahkan pemerintah kaji,” ujar Zulkifli.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai upaya tersebut tepat karena dapat mendeteksi lebih dini adanya potensi berkembangnya ormas anti-Pancasila lainnya.
“Jika tidak mempan kasih peringatan sekali, peringatan dua kali, dan tiga kali. Kalau belum bisa, Menkumham melalui Kejaksaan bisa mendaftarkan kasus itu ke pengadilan dengan bukti-bukti pelanggaran dan pengajuan pembubaran,” ucap Zulkifli.
Hal tersebut, menurut dia, merupakan tindakan yang dapat diambil pemerintah jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
“Tidak boleh Indonesia itu dijadikan negara Islam ataupun negara Komunis. Indonesia adalah negara Pancasila yang disepakati berdasarkan konsensus,” tutur Zulkifli Hasan.
Mantan Menteri Kehutanan RI itu juga menjelaskan konstitusi negara menyebutkan Pancasila maupun Negara Kesatuan Republik Indoneaia (NKRI) sifatnya telah final. Oleh karena itu, paham yang bertentangan dengan yang telah diatur konstitusi tidak dibenarkan
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku sering melakukan pertemuan dengan berbagai organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, tidak terkecuali HTI. Bahkan Sejak November 2016, Lukman sudah mengingatkan HTI agar tidak menganggu sendi-sendi bernegara.
“Dalam dialog itu, tentu ada hal-hal pokok yang saya sampaikan. Intinya, silakan berdakwah. Asal tidak menyentuh sendi-sendi berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila,” ujarnya.
Lukman menyampaikan hal itu dalam audiensi dengan HTI. Pertemuan itu dilakukan pada November 2016. Dia menyatakan menyampaikan ajaran agama tentu diperbolehkan, apalagi Indonesia merupakan negara demokrasi yang bebas berpendapat. Tapi lagi-lagi, Menag mengatakan itu dengan catatan tidak mengganggu persatuan NKRI.
“Jangan ganggu NKRI dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Karena inilah yang merekatkan kita. Kalau sudah menyentuh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, pasti akan menghadapi resistensi yang luar biasa,” kata Lukman.
Lukman menyatakan, jika HTI menyentuh Pancasila, akibatnya seluruh masyarakat yang sepakat dan menjunjung tinggi Pancasila akan memberikan reaksi yang kuat. Salah satunya seperti yang terjadi saat ini, yaitu wacana pembubaran HTI.[]