JAKARTA, WB – Indonesia Gastronomy Association (IGA) baru genap satu tahun, namun anggotanya terus bertambah dan semakin dikenal masyarakat. Kondisi ini semakin menambah keyakinan bahwa gastronomy mampu menjadi media pemberdayaan rakyat dan ekomomi nasional.
Demikian disampaikan Guruh Soekarno Putra, Anggota Komisi X DPR RI, yang juga sebagai Dewan Pembina sekaligus pendiri IGA usai perayaan HUT ke-1 IGA yang dihelat di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).
“Pencapaian kita memang belum signifikan. Tapi anggotanya sudah tambah banyak dan masyarakat sudah banyak yang tahu mengenai gastronomi sebagai sebuah seni keahlian yang mengkaji hidangan makanan dari sisi budaya, sejarah dan lanskap lingkungan; yang setelah dicicipi diberi penilaian terhadap metoda memasaknya, “ kata Guruh.
Dengan antusias, putra bungsu presiden pertama Indonesia ini menerangkan berbagai langkah yang dilakukan IGA, seperti melakukan komunikasi nasional maupun internasional. “Kita harus merambah dari sabang sampai merauke, bahkan kalau bisa sampai ke seluruh dunia“ tegasnya.
Dalam waktu dekat IGA akan menggelar dua kegiatan massal, yakni ; Indonesia GastroFiest (IGF) dengan tema “An International Gastronomical Journey In The Land Of Spices, pada tanggal 7-9 Juli 2017, di Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta. Kemudian, “International GastroStreet Food” (IGSF) bertema Melting Pot Of The Gastronomical Delights, Fashion & Music Fiesta, pada tanggal 15 – 22 Oktober 2017.
Kedua event tersebut merupakan atraksi ekonomi kreatif dalam seni masakan tradisional yang mempunyai nilai wisata budaya bangsa. “Warisan masakan para leluhur itu akan diperkenalkan masing-masing masyarakat daerah, termasuk mengangkat kepiawaian dan kreativitas ahli masak daerahnya, terutama masakan jajanan jalanan dan usaha industri makanan rumah tangga yang merupakan bagian dari UKM,” jelas .
Kepentingan Khusus IGF & lGSF bermuara untuk mewujudkan dukungan terhadap kedaulatan pangan, yang salah satunya dalam mengubah paradigma sumber pangan dari orientasi daratan kearah lautan, sebagai sumber pangan alternatif, yakni ikan.
Selain itu, kedua acara ini adalah wujud menghadirkan pelaku ekonomi kreatif dalam dunia masakan sebagai salah satu komponen pendukung Utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
lGF & lGSF adalah suatu festival seni masakan yang tidak lazim seperti acara festival makanan yang kerap dilakukan kebanyakan penyelenggara.
Acara ini akan berkarakter tertentu yang menampilkan seni masakan dengan nilai sensorik yang unik bagi para penikmat, pecinta dan pemerhati makanan, dalam upaya upaya membangun kesadaran untuk melestarikan warisan seni masakan tradisional sebagai karakter dan jati diri budaya kebangsaan.
Kepentingan IGF & lGSF akan dibangun menjadi benchmark dan patokan lanskap gastronomi makanan kepulauan nusantara lndonesia di mata dunia yang akan berperan sebagai teater terbuka dalam mengetengahkan tentang keahlian seni memasak bangsa.
Menurut Guruh, lGF 2017 akan menjadi aksi “diplomasi budaya” lndonesia di mata dunia dan proses “internalisasi nilai budaya” bagi negeri ini Untuk memperkuat penanaman dan menumbuh-kembangkan nilai budaya gastronomi makanan.
“Karakter utama lGF 2017 adalah untuk menampilkan seni masakan daerah dengan mengajak keterlibatan masyarakat terkait di seluruh lndonesia,” ujarnya.
Dalam dua gelaran itu, masyarakat daerah diberi kesempatan untuk menampilkan aneka menu-menu resepi makanan warisan tradisional daerahnya, khususnya yang belum pernah atau kurang dikenal kebanyakan masyarakat lndonesia secara Nasional. []