JAKARTA, WB – Gema Demokrasi mengecam Penangkapan, Penahanan dan Penyitaan sewenang-wenang yang dilakukan Unit Intel Kodim 1501 Ternate terhadap Adlun Fikri dan Supriyadi.
“Tindakan tersebut bertentangan dengan syarat formil upaya paksa yang diatur oleh KUHAP dan tindakan tersebut jelas merupakan bentuk perbuatan melawan hukum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kami juga mempertanyakan keterlibatan TNI dalam melakukan penangkapan, penahanan dan penyitaan tersebut,” demikian disampaikan Gema Demokrasi dalam press releasenya, Jakarta, Sabtu (14/5).
Adapun kronologi peristiwa hukum tersebut ialah sebagai berikut:
Pada tanggal 10 Mei 2016, sekitar pukul 23.00 malam WIT, Adlun Fikri dijemput oleh dua orang anggota militer berpakaian sipil dari sekretariat AMAN. Selanjutnya 4 orang anggota Unit Intel Kodim 1501 Ternate yang berpakaian sipil datang ke Rumah AMAN Maluku Utara dipimpin oleh Dan Unit Intel Kodim Letda INF Andri Gusti Wijaya, langsung melakukan penggeledahan dan memeriksa semua barang-barang di sekretariat AMAN Malut.
Pada Pukul 23.30 WIT, dilakukan penggeledahan terhadap kamar Adlun Fikri dan Supriyadi oleh anggota Unit Intel Kodim. Dari penggeledahan tersebut, pihak Unit Intel Kodim menyita beberapa buku, satu buah laptop & kaos yang menurut mereka mengandung paham komunis.
Buku-buku yang disita di Kamar Adlun Fikri antara lain : “Nalar yang memberontak (filsafat Marxisme)”, “Kekerasan Budaya Pasca 1965”, Kumpulan Cerpen, dengan Judul “Penjagal itu telah mati”, Buku Investigasi Tempo “Lekra dan Geger 1965”, dan “Orang yang di Persimpangan Kiri Jalan.”
Dan beberapa kaos yang disita antara lain: Kaos warna hitam “Bekerja dan berkarya jangan berharap pada Negara”, kaos merah gambar cangkir “Pencinta Kopi Indonesia (PKI)”, kaos warna hitam “1965 masalah-masalah yang tak selesai-selesai”, Kaos Munir “Malawan Lupa.”
Menjelang beberapa waktu kemudian, Supriyadi ditangkap di Café Djarod dan dibawa ke Makodim 1501 untuk diinterogasi. Lalu pada Pukul 04.00 WIT mereka dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi pernyataan bahwa mereka tidak akan lagi mengunakan atribut-atribut Pencinta Kopi Indonesia (PKI) dan bahan-bahan lain yang mengarah ke paham komunis. Selanjutnya pada pukul 07.00 WIT diserahkan ke Polres Ternate, dan ditetapkan baru ditetapkan sebagai tersangka pada tgl 13 Mei 2016.
Berdasarkan hal tersebut itu kami Gema Demokrasi berpendapat sebagai berikut:
1. TNI berdasarkan UU TNI jelas tidak memiliki wewenang maupun tugas untuk dapat melakukan penangkapan dan penahanan bahkan penyitaan. Dalam hal ini Unit Intel Kodim 1501 Ternate di bawah pimpinan Dan Unit Intel Kodim Letda INF Andri Gusti Wijaya merupakan telah melakukan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
Pasal 28 UUD 1945
Pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Pasal 9 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang diratifikasi dengan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Bab V Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No. 8 Tahun 1981 tentang Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah, Penyitaan dan Pemeriksaan Surat
2. Tindakan yang dilakukan oleh TNI dalam hal ini dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum disiplin militer sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU TNI. Oleh karenanya terhadap para oknum militer yang terlibat dalam penangkapan, penahanan dan penyitaan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap Adlun Fikri dan Supriyadi harus dijatuhi sanksi/hukuman disiplin militer;
3. Penggunaan dasar hukum UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara tetap harus tunduk pada tata cara Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam pelaksanaannya.
4. Terlihat upaya pengaburan fakta oleh pihak Kepolisian dalam surat perintah penahanannya yang dikeluarkan pada tanggal 12 mei 2016 padahal adlun dkk sudah ditahan sejak penangkapan oleh Kodim pada 10 Mei 2016
Oleh karenanya kami Gema Demokrasi menuntut :
1. Presiden sebagai panglima tertinggi memerintahkan kepada panglima tinggi TNI untuk menindak tegas anggota TNI yang terlibat dalam penangkapan, penahanan, penyitaan serta penggeledahan yang dilakukan terhadap Adlun Fikri, Supriyadi dan AMAN Maluku Utara;
2. Presiden untuk memerintahkan Kepala Kepolisian Resort Ternate untuk menghentikan penahanan yang saat ini dilakukan terhadap Adlun sebab tidak berdasarkan hukum dan bahkan melawan hukum dan hak asasi manusia;
3. Kepala Kepolisian R.I. untuk segera menginstruksikan kepada seluruh jajaran Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia untuk menghentikan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan sewenang-wenang yang dilakukan secara sistematis serta memastikan dan menjamin rehabilitasi para korban yang terhadapnya telah dilakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan serta penyitaan sewenang-wenang. Selain itu Kepala Kepolisian R.I. harus menginstruksikan agar seluruh aparat Kepolisian mematuhi Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 (Standart HAM Kepolisian) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang menjamin perlindungan, pemenuhan dan penghormatan HAM dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
4. Kepala Kepolisian Resort Ternate untuk segera membebaskan Adlun Fikri dan mengembalikan seluruh barang-barang yang dirampas (disita tanpa dasar hukum) serta mengeluarkan SP3 terhadap kasus Adlun Fikri.
5. Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara untuk memastikan terjaganya keamanan dan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) setiap warga masyarakat yang ada di wilayah Maluku Utara serta memastikan dilakukan proses hukum yang sejalan dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
GEMA DEMOKRASI (Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi). Terdiri dari AJI Indonesia, LBH Pers, LBH Jakarta, KontraS, Elsam, SEJUK, SAFENET, PPRI (KPO PRP, SGMK, SGBN, PPR, GSPB, FSedar, SPRI,Solidaritas.net, SEBUMI), YLBHI, KPRI Jakarta, PRP, INFID, ITP/Institut Titian Perdamaian, PULIH Area Aceh, Pergerakan Indonesia, PurpleCode, IMPARSIAL, Komite Pembaruan Agraria (KPA), Ultimus, IPT ‘65, YouthProactive, Remotivi, Gereja Komunitas Anugrah, ICJR dan individu-individu yang peduli pada masa depan demokrasi Indonesian [ ]