JAKARTA, WB – Paska setahun kinerja pemerintahan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, banyak kalangan menilai hasil kinerja duet pasangan ini tidak berjalan sesuai harapan rakyat.
Kinerja menteri bentukan Jokowi bernama `kabinet kerja`, dinilai tidak mampu mengatasi problema signifikan di masyarakat. Bahkan hasil resuffle kabinet pun tidak memberikan perubahan signifikan.
Atas dasar itupun Lembaga Survey Indonesia (LSI), Denny JA, mencoba meminta pendapat publik terkait hasil kinerja pemerintah dan kabinet kerjanya selama satu tahun berjalan.
“Mayoritas publik sebanyak 64, 63 persen, publik menyatakan bahwa Jokowi memerlukan sejenis menteri utama, agar kinerja pemerintah lebih baik paska setahun pemerintahannya,” ujar peneliti LSI, Dewi Arum, kepada pekerja media, Kamis, (29/10/2015).
Menteri utama yang dimaksud oleh Dewi disini, adalah ada orang yang dipercaya oleh Jokowi untuk membantunya mengelola pemerintahan atau menjadi operator pemerintahannya.
Meski diakui oleh Dewi pembentukan menteri utama saat ini, pastinya akan memunculkan polemik baru, mengingat sistem yang dianut oleh pemerintahan kita adalah sistem presidensial dan bukan parlementer.
“Jadi memang publik sangat merespon positif adanya menteri utama, karena alasan kerja pemerintah. Meski kita akui hukum ketatanegaraan, masih debatable. Tapi survei ini menunjukan publik melegitimasi jabatan itu sebagai solusi,” kata Arum.
Alasan diperlukannya menteri utama, kata Arum, publik beralasan telah merosotnya kepuasan kinerja pemerintah Jokowi ditahun pertama. Bahkan dari hasil responden yang didapat, ada empat rapor merah Jokowi (yang tidak puas sebesar 50 persen), dan hanya satu rapor biru (merasa puas).
“Yang merah itu dibidang ekonomi, hukum, politik, dan sosial. Rapor biru hanya keamanan saja,” ujar Arum.
Survei sendiri dilakukan di 33 provinsi melalui sistem quick poll pada tanggal 25 – 27 Oktober 2015. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan menggunakan 600 responden dan margin of error sebesar +/- 4,0 persen.
Hasil survei dilengkapi dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. []